Dalam dinamika dunia jurnalistik modern, headline bukan sekadar rangkaian kata pembuka berita, tetapi representasi moral media terhadap realitas sosial. Ketika berita melibatkan anak di bawah umur, tanggung jawab Jurnalis menjadi berlipat – bukan hanya untuk menyampaikan fakta, tetapi juga untuk menjaga martabat dan masa depan sang anak. Pada titik ini, muncul kesadaran bahwa hukum dan etika bukan ancaman bagi kebebasan pers, melainkan pagar tanggung jawab kemanusiaan.
Pemberitaan yang melibatkan anak di bawah umur, Jurnalis memikul tanggung jawab moral dan hukum yang tidak dapat ditawar. Headline berita bukan hanya soal menarik perhatian pembaca, tetapi juga harus menjaga martabat dan masa depan sang anak. Kepatuhan terhadap UU Perlindungan Anak dan Kode Etik Jurnalistik menjadi wujud penghormatan terhadap hak anak agar tidak menjadi korban sensasi media. Oleh karena itu, wartawan wajib menghindari diksi yang menghakimi atau membuka identitas anak, dan sebaliknya menghadirkan narasi yang edukatif, empatik, serta melindungi. Pers yang patuh pada nilai kemanusiaan adalah pers yang benar-benar berpihak pada masa depan generasi.
Secara hukum, Jurnalis wajib tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Anak dan Kode Etik Jurnalistik yang menegaskan larangan mengungkap identitas anak serta pelarangan pemberitaan yang bersifat traumatik atau stigmatis. Namun, kepatuhan ini tidak hanya lahir dari kewajiban hukum, melainkan dari kesadaran moral bahwa anak bukanlah objek sensasi media. Mereka adalah individu yang tengah bertumbuh, dan pemberitaan yang salah dapat meninggalkan luka permanen dalam hidup mereka.
Akan tetapi, masih dijumpai headline yang sensasional: memojokkan, menghakimi, bahkan mengeksploitasi tragedi anak demi klik dan pembaca. Ini menunjukkan hilangnya nurani dan degradasi nilai kemanusiaan dalam praktik jurnalistik. Padahal,Jurnali sejati adalah penjaga suara nurani publik, bukan penggali sensasi. Menjaga kerahasiaan identitas, memilih diksi yang empatik, dan mengedepankan edukasi publik adalah bentuk penghormatan terhadap hak anak yang dijamin negara.
LANDASAN ETIKA DAN HUKUM DALAM HEADLINE BERITA ANAK DI BAWAH UMUR
1 Undang-Undang Perlindungan Anak
UU No. 35 Tahun 2014 (Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002) Pasal 17 & 64: Melarang penyebaran identitas anak dalam perkara hukum. Pasal 76B dan 76C: Melarang eksploitasi anak dalam bentuk apapun, termasuk pemberitaan. Implikasi untuk Headline: Judul tidak boleh menyebut nama, foto, alamat, atau informasi yang mengarah pada identitas anak.
2 Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
Ditetapkan Dewan Pers Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebut identitas anak korban kejahatan. Pasal 7: Wartawan harus empatik dan tidak menghakimi dalam berita. Implikasi untuk Headline
Dengan demikian, tanggung jawab Jurnalis bukan berhenti pada kata “siapa dan apa yang terjadi”, tetapi meluas pada pertanyaan moral: “akankah tulisan ini melindungi atau melukai?”. Mematuhi UU Perlindungan Anak bukan sekadar bentuk kepatuhan hukum, tetapi deklarasi kemanusiaan. Pers yang berpihak kepada perlindungan anak adalah pers yang dewasa. yang tidak rela masa depan seorang anak menjadi korban kalimat di halaman depan
Kemas.Mahmud Salim SH Ketua SMSI MURATARA