Registrasi literasi Dasar

0
98

Penguatan Enam Literasi Dasar melalui Penerapan Self Organizing Learning Environment (SOLE) Based Project di TBM Hestimora       Oleh:  Yuhesti

 

Kemajuan globalisasi era internet of things, orang-orang dapat mengetahui segala sesuatu secara instan, kapan pun dan di mana pun. Kemudahan yang tersedia karena akses internet tersebut akhirnya mendorong perubahan kebutuhan anak-anak kita dari masa ke masa dan tentu saja mendorong perubahan proses pembelajarannya. Kita tidak bisa hanya membekali anak-anak untuk mengandalkan pengetahuannya saja, namun keterampilan juga adalah hal yang sangat krusial untuk dimiliki anak-anak guna menghadapi tantangan abad 21.

Trilling & Fadel dalam (Mardhiyah dkk, 2021) berpendapat bahwa keterampilan yang dibutuhkan tersebut adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, (3) information media and technology skills. Mitra (2022) memaparkan tiga keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa, yaitu pemahaman (comprehension), komunikasi (communication), dan komputasi (computing). Kedua pendapat tersebut menyepakati bahwa teknologi adalah salah satu hal yang paling penting karena kaitannya dengan era internet of things.

Sejalan dengan kedua pendapat tersebut Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2015 yang diterbitkan Kemendikbud tentang penumbuhan budi pekerti yang di dalamnya tersurat mengenai pembiasaan literasi juga memprioritaskan berbagai kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan abad 21 tersebut. Peraturan ini juga yang akhirnya mendorong sebuah gerakan yang dirancang pemerintah untuk membangun keterampilan-keterampilan dasar guna menghadapi tantangan abad 21, yang disebut sebagai Gerakan Literasi Nasional. Gerakan tersebut terfokus pada enam literasi dasar yaitu mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan kewarganegaraan.

Kehadiran taman bacaan masyarakat di tengah-tengah masyarakat sebagai sarana pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat belajar mandiri dan penunjang kurikulum program Pendidikan luar sekolah sangat mendukung gerakan literasi nasional tersebut. Terlebih lagi saat ini sudah tersedia TBM berbasis teknologi informasi yang merupakan era baru dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal yang bertujuan untuk membantu masyarakat memberikan layanan dalam mengkomunikasikan dan menyampaikan informasi melalui teknologi agar wawasannya dapat lebih berkembang dan mampu hidup sejahtera.

Kelebihan TBM sebagai sarana Pendidikan non formal adalah kebebasan dan kemandiriannya. TBM tidak terpaku dengan kurikulum tertentu dan karenanya anak-anak, tidak peduli usia berapa pun, diberi ruang sebebas mungkin untuk menemukan, memilih dan mengembangkan minat dan bakatnya, tidak pula dibatasi oleh jadwal pelajaran sehingga untuk mempelajari satu kemampuan atau keterampilan, siswa mengontrol sendiri berapa lama dan seberapa dalam ingin menguasai kemampuan atau keterampilan tersebut.

Gambaran Umum Gerakan Literasi di TBM Hestimora

TBM Hestimora yang berdiri pada bulan November tahun 2016 mempunyai visi untuk berperan aktif dalam menggiatkan budaya membaca serta menjadi pusat pengembangan keterampilan, informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu, sejak awal berdirinya, taman baca ini tidak hanya memfokuskan diri pada peningkatan minat baca saja namun sudah ada cikal bakal taman baca yang berbasis teknologi informatika. Dari waktu ke waktu, selain fasilitas buku beserta raknya, pengelola melengkapi fasilitas taman baca dengan wifi, beberapa unit komputer, laptop, proyektor dan layar, set perlengkapan tari (busana, aksesoris dan make up), set perlengkapan fotografi dan videografi (kamera DSLR, lampu sorot, mix condenser, layar putih, hitam dan hijau), dan speaker.Program-program unggulan TBM Hestimora dibagi ke dalam beberapa tahap yang dapat dilihat pada gambar

Dan program yang diadakan bagi para member aktif antara lain bimbingan minat bakat, sharing profesi, dan evaluasi yang dapat dilihat pada gambar 3.

ingin menguasai kemampuan atau keterampilan tersebut.

Penjelasan di atas memberi kesadaran bahwa hal yang terpenting dalam Pendidikan adalah tentang apakah kita dapat membentuk lingkungan yang sedemikian rupa yang dapat memfasilitasi siswa untuk dapat belajar secara mandiri ataukah tidak. Jika lingkungan belajar anak-anak didesain sedemikian rupa maka sangat memungkinkan bagi mereka untuk dapat mencapai lebih dari ekspektasi kita untuk dicapai anak-anak pada usia tertentu. Lingkungan belajar secara mandiri tersebut oleh Mitra (et al 2005) disebut sebagai self-organised learning environments (SOLEs).

SOLE adalah sebuah model pembelajaran yang dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar ruangan yang merujuk pada format “hole in the wall education (HiWel)”. HiWel pada dasarnya menyiapkan beberapa unit komputer yang dilengkapi dengan fasilitas internet untuk dapat diakses oleh beberapa siswa. Siswa diperbolehkan untuk mengubah grup, berdiskusi dengan sesama kelompok atau antar kelompok. Mereka tidak dibatasi untuk menetap pada satu kelompok dan tempat. Peran guru adalah memberikan pertanyaan dan mengobservasi proses investigasi atau penemuan jawaban yang dilakukan oleh para siswa dalam kelompoknya. Proses ini lalu diakhiri dengan melakukan review atau evaluasi.
Sementara itu hal yang tidak kalah penting lainnya dalam pendidikan abad 21 yang mengutamakan keterampilan adalah tentang bagaimana dalam proses pembelajaran, anak-anak diarahkan untuk menghasilkan produk melalui proyek tertentu seperti yang sejak 2021 diarahkan oleh Kemendikbud salah satunya adalah untuk menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk semua level pendidikan.
Project Based Learning adalah model pembelajaran yang mengorganisasikan pelajaran dalam proyek (Kokotsaki dkk dalam Made dkk, 2022). Model pembelajaran ini berorientasi pada produk akhir atau “artifact” (berupa produk tulisan, lisan, visual dan multimedia), serta kegiatan produksi yang memerlukan pengetahuan isi tertentu atau keterampilan dan biasanya menimbulkan satu atau lebih masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. Proyek bervariasi dalam lingkup dan kerangka waktu dan produk akhir sangat bervariasi dalam tingkat teknologi yang digunakan serta kecanggihannya. Melalui PjBL, siswa telah memperoleh keterampilan membaca yang relevan seperti skimming dan scanning, mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi ide-ide yang relevan terkait dengan proyek yang dilakukan oleh kelompok mereka (Musa, Faridah dkk, 2012). Hasil pembelajaran berupa produk (model, prototype, poster seni, pertunjukan, dan lain-lain).
Tujuan dari PjBL adalah mengkoneksikan pengetahuan yang diperoleh siswa di kelas untuk diaplikasikan di dunia nyata dengan membuat solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada—di mana siswa juga berperan sebagai profesi-profesi yang ada di dunia nyata, seperti dokter, peneliti lingkungan, ahli energi, insinyur, dan sebagainya. Selain itu PjBL harus mampu memberikan value atau nilai serta manfaat kepada masyarakat sekitar atau dunia nyata, di mana hal ini adalah esensi utama dari tujuan pendidikan.
Langkah-langkah PjBL adalah menentukan pertanyaan mendasar, menyusun perencanaan proyek, menyusun jadwal, memantau siswa dan kemajuan proyek, penilaian hasil dan evaluasi pengalaman.
Dari pemaparan di atas, kedua model pembelajaran SOLE dan PjBL memiliki kemiripan sintaks dan visi yaitu sama-sama bermula dari pertanyaan mendasar dan kedua-duanya sama-sama memfasilitasi siswa untuk melakukan proses pembelajaran secara mandiri dan sama-sama dapat membangun keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21 sehingga keduanya dapat saling melengkapi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan kompetensi bagi anak-anak untuk menghadapi tantangan abad 21 dan dengan mempertimbangkan kebebasan dan kemandirian serta ketersediaan teknologi informatika di TBM Hestimora maka SOLE Based Project dapat dilakukan.

Pelaksanaan Penerapan SOLE Based Project TBM Hestimora

Pada mulanya TBM Hestimora dikelola oleh empat orang. Masing-masing mengelola satu macam kelas. Ada yang mengelola kelas menulis, menggambar, menari dan pembacaan puisi. Namun seiring berjalannya waktu, tiga orang pengelola tidak dapat lagi mengelola kelas secara rutin oleh karena itu Yuhesti sebagai pengelola utama menyadari bahwa jika kita tidak bisa mendapatkan fasilitas guru terbaik maka sangat penting bagi kita untuk menanamkan kepada anak-anak untuk dapat belajar secara mandiri. Pertama, fasilitas teknologi saat ini sudah ada di ruang publik yang menunggu untuk bisa diakses oleh siapa saja. Kedua, kemampuan untuk dapat belajar secara mandiri akan sangat menguntungkan bagi anak-anak yang secara ekonomi tidak dapat membayar guru atau sekolah. Ketiga, ada banyak penelitian yang mengatakan bahwa anak-anak dapat belajar secara mandiri. Keempat, dalam kurikulum pemerintah terbaru, sudah sangat banyak model pembelajaran yang lebih di sarankan yang lebih mendorong siswa untuk dapat belajar secara mandiri. Kelima, kemampuan dapat belajar secara mandiri memaksimalkan semua potensi dan kecakapan hidup seseorang.
Berangkat dari keyakinan tersebut, TBM Hestimora mulai menyelenggarakan pembelajaran SOLE based project dengan Langkah-langkah sebagai berikut.
Menentukan proyek yang akan dilakukan.
Pada mulanya anak-anak dan pembimbing berdiskusi tentang apa yang akan dilakukan baik di dalam forum kelas maupun aktivitas santai yang gambaran aktivitasnya dapat dilihat pada gambar 7. Diskusi ini menentukan proyek apa yang akan dibuat bersama anak-anak TBM pada masa itu. Apakah akan membuat video profil tari, science project, film pendek dan sebagainya.

Anak-anak melakukan investigasi atau menemukan cara untuk membuat proyek melalui google search engine atau youtube video.
Kegiatan ini dilaksanakan setelah berdiskusi tentang proyek apa yang akan dibuat. Mereka secara bersama-sama mencari referensi sesuai dengan tema proyek yang akan dibuat. Jika proyek yang dibuat adalah film pendek, maka referensi yang dicari adalah berbagai macam film pendek. Jika proyek yang akan dibuat adalah video profil tari maka referensi yang dicari adalah video-video tari. Begitu juga jika yang akan dibuat adalah science project maka referensi yang dicari adalah berbagai macam video dan artikel science project. Aktivitas investigasi dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Dokumentasi proses investigasi proyek melalui google search engine atau youtube video.

Melakukan review dan evaluasi.
Setelah melalui proses investigasi dan menelaah banyak referensi, anak-anak beserta pembimbing melakukan diskusi bersama-sama. Jika itu tentang tarian, maka yang didiskusikan adalah lagu mana yang dapat dipilih, gerakan tari mana yang bisa kita sadur ke dalam tarian yang akan kita buat dan busana seperti apa yang akan cocok dengan tarian tersebut. Jika itu tentang film pendek, maka yang didiskusikan adalah apa cerita yang ingin kita angkat, lalu membagi anak-anak ke dalam peran-peran (aktris atau aktor, penata gambar, penyusun set film dan peran lainnya). Jika itu tentang science project maka yang didiskusikan adalah tema sains apa yang mau dipelajari, mengecek ketersediaan bahan dan alat, mencari kedalaman referensi tentang tema yang dipilih. Aktivitas review dan evaluasi dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Dokumentasi proses review dan evaluasi

Memantau siswa dan kemajuan proyek.
Pada mulanya anak-anak yang telah terbiasa dengan pola belajar tradisional memang membutuhkan waktu untuk terbiasa dengan pola belajar mandiri menggunakan teknologi. Oleh karena itu tahapan belajar di TBM Hestimora dimulai dari tahapan-tahapan berikut. Enam bulan pertama anak-anak masih belajar dengan didampingi penuh oleh para pengelola. Lalu pada enam bulan selanjutnya, anak-anak mulai diarahkan untuk dapat memproduksi video-video project secara semi mandiri (masih 50% dibimbing). Lalu pada tahap ketiga, anak-anak diarahkan untuk dapat memproduksi video secara mandiri (ada yang keseluruhannya mandiri hingga editing dan ada yang masih dibantu dalam proses pengeditannya), belajar produksi film pendek (ada yang naskahnya dari anak-anak, ada yang naskahnya dari pengelola). Lalu pada tahap keempat, ada yang sudah belajar mengajar dan mandiri membuat video project. Dokumentasi proses pembuatan proyek dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Dokumentasi proses pembuatan proyek

Penilaian hasil dan pengalaman.
Setelah proyek selesai dibuat, anak-anak secara bersama-sama menonton setiap karya yang dihasilkan. Setelah semua karya ditonton, anak-anak TBM diajak berdiskusi tentang karya-karya tersebut, apa kelebihan dan kekurangannya, bagaimana memperbaiki setiap kekurangan dan pengalaman berharga apa yang mereka dapatkan selama mengerjakan proyek tersebut dari awal hingga selesai. Karya-karya terbaik diajukan untuk mengikuti berbagai festival. Film pendek terbaik diikutkan pada festival film pendek yang diselenggarakan oleh festival film lokal maupun nasional dan tarian terbaik diikutkan pada festival tari. Dokumentasi proses penilaian hasil dan pengalaman dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Dokumentasi proses penilaian hasil dan pengalaman

TBM Hestimora dan Enam Literasi Dasar

Literasi menurut Kemendikbud (2017) adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan kecakapan yang dimiliki dalam hidupnya. (Education Development Center). Tujuan program literasi adalah untuk membekali individu dengan kecakapan hidup. Literasi juga adalah alat untuk mengembangkan karakter dan kompetensi. Ketiga-tiganya adalah merupakan kecakapan abad 21 yang harus dimiliki setiap orang. Ada enam literasi dasar, yaitu literasi Bahasa (baca tulis), literasi numerasi, literasi sains, literasi teknologi, literasi finansial dan literasi budaya dan kewarganegaraan.
Literasi Bahasa (baca-tulis) menurut Kemendikbud (2017) adalah kemampuan untuk memahami isi teks tertulis, baik yang tersirat maupun tersurat dan menggunakannya untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi diri. Dan juga kemampuan untuk menuangkan gagasan atau ide dalam bentuk tulisan dengan susunan yang baik untuk berpartisipasi di lingkungan sosial. Indikator keberhasilan literasi Bahasa di TBM Hestimora adalah jumlah dan variasi bacaan yang dimiliki, jumlah komunitas literasi yang berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan, tingkat partisipasi aktif anak-anak dalam kegiatan baca-tulis.
Literasi numerasi menurut Kemendikbud (2017) adalah kecakapan untuk menggunakan macam angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Dan merupakan kecakapan untuk menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk grafik, tabel, bagan, dan menggunakan interpretasi hasil analisis untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Indikator keberhasilan literasi numerasi di TBM Hestimora adalah jumlah dan variasi bacaan literasi numerasi yang dimiliki, peningkatan kecakapan penggunaan numerasi dalam pengambilan keputusan dan frekuensi kesempatan anak mengaplikasikan numerasi dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Melibatkan anak dalam melakukan transaksi jual beli, memperhatikan jarak dan waktu tempuh pada waktu bepergian.
Literasi sains menurut Kemendikbud (2017) adalah kecakapan memahami fenomena sosial di sekitar kita dan kecakapan untuk mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah agar kita dapat hidup dengan lebih nyaman, lebih sehat dan lebih baik. Indicator keberhasilan literasi sains di TBM Hestimora adalah jumlah bacaan sains yang dimiliki, dan tingkat partisipasi anak-anak dalam kegiatan literasi sains yang diselenggarakan.
Literasi digital menurut Kemendikbud (2017) adalah kemampuan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkan secara bijak. Dan kecakapan menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan komunikasi. Indikator keberhasilan literasi digital di TBM Hestimora adalah ketersediaan akses internet dan jumlah anak-anak yang mengakses internet berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan lama waktu penggunaan per hari. Media digital hanya alat bantu, tatap muka dan sapaan langsung jauh lebih menghangatkan. Anak-anak dapat menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah. Ajak anak diskusi tentang apa yang boleh dan tidak boleh dalm menggunakan internet dan media sosial. Ajari anak untuk menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media sosial. Imbangi waktu menggunakan media digital dengan berinteraksi di dunia nyata. Membuat film pendek dan sebagainya.
Literasi finansial menurut Kemendikbud (2017) adalah kemampuan untuk memahami bagaimana uang berpengaruh di dunia (bagaimana seseorang menghasilkan uang, mengelola uang, menginvestasikan uang, dan menyumbangkan uang untuk menolong sesama, dan lain-lain. Dan pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep, risiko, keterampilan dan motivasi dalam konteks finansial. Indikator keberhasilan literasi finansial bagi masyarakat adalah tingkat keterlibatan seluruh anggota dalam mengambil keputusan terkait finansial pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Memperkenalkan kegiatan yang menghasilkan uang kepada anak, misalnya berdagang. Memberikan pelatihan literasi finansial ke siswa dalam memahami pentingnya menabung, perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, mengenali metode pembayaran yang tersedia di pasar, baik tunai, kredit maupun debit.
Literasi budaya dan kewarganegaraan menurut Kemendikbud (2017) adalah kemampuan untuk memahami, menghargai dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Dan kemampuan untuk memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dan warga negara. Indikator keberhasilan literasi budaya dan kewarganegaraan adalah jumlah partisipasi anak-anak pada aktivitas seni budaya. Mengajak anak-anak untuk mengikuti festival seni.
Melalui berbagai macam proyek yang dilakukan secara terintegrasi dengan menerapkan SOLE Based Project, anak-anak TBM hestimora diajak untuk memaksimalkan semua kecakapan yang meliputi enam literasi dasar tersebut.
Science Project
Melalui proyek science project, anak-anak dituntut untuk mendalami informasi tentang berbagai macam topik sains dan aktivitas ini juga menuntut anak-anak untuk menginformasikan tentang proyek yang dikerjakannya melalui kegiatan presentasi sehingga memaksimalkan kecakapan bahasa dan sains anak-anak TBM Hestimora yang mengikuti kegiatan ini.

Tari Melalui proyek tari, anak-anak diarahkan untuk mengenal produk kebudayaan lokal dan terlibat aktif untuk mengikuti festival seni yang diselenggarakan sehingga aktivitas ini sangat memaksimalkan kecakapan budaya anak-anak TBM Hestimora.
Desain Grafis, Fotografi, Videografi
Melalui proyek desain grafis, fotografi, videografi dan film pendek, anak-anak dibiasakan untuk berinteraksi dengan kamera, computer dan software editing foto dan video sehingga aktivitas ini memaksimalkan kecakapan teknologi anak-anak TBM Hestimora.
Film Pendek
Melalui proyek film pendek, anak-anak mengenal budaya lokal untuk membuat cerita, berlakon dalam adegan, menggunakan fasilitas kamera dan editing video dan mengikuti berbagai festival film pendek sehingga aktivitas ini dapat memaksimalkan kecakapan teknologi, budaya dan bahasa anak-anak TBM Hestimora.
Go Food
Melalui proyek go food, anak-anak membuat produk makanan dan menjual produk tersebut ke publik sehingga aktivitas ini memaksimalkan kecakapan numerasi, finansial dan bahasa anak-anak TBM Hestimora.

Progres Penguatan Enam Literasi Dasar terhadap anak-anak TBM Hestimora dari Masa ke Masa

Melalui penerapan SOLE Based Project anak-anak diajak untuk memaksimalkan kecakapan dirinya untuk menemukan jati diri mereka masing-masing.
Melalui proyek film pendek, Meza Asci Azizah, Auraria Jenita Anggraini, Rabi Ayuneza Zuhri menemukan dirinya berbakat sebagai aktris, Hermu Gufiran, Adji Prahmana Putra dan Riski Fatzrian menemukan dirinya berbakat sebagai penata gambar, hermu Gufiran dan Ferdy Sapana Jaya juga menemukan dirinya berbakat untuk menemukan ide cerita terbaik.
Melalui proyek Tari, M. Zainal Abidin, Auraria Jenita Anggraini, Dias Valensih, Lakeisha Agustin, Reda Dwi Putri, Enjelika Oktia Sari, Rima Umi Kalsum menemukan dirinya berbakat menari.
Melalui proyek Fotografi, videografi dan Desain Grafis, Adji Prahmana Putra dan Riski Fatzrian menemukan dirinya berbakat untuk menjadi fotografer dan videographer serta dapat membuat produk-produk desain grafis seperti flyer acara, banner, undangan dan sebagainya.
Semua pencapaian tersebut divalidasi dengan prestasi yang telah dicapai dalam berbagai festival seni dan film pendek yang diikuti TBM Hestimora sejak berdiri hingga sekarang yang secara lengkapnya dapat dilihat pada gambar 12.

 

Gambar 12. Daftar Prestasi TBM Hestimora

Ruang Renungan dan Rencana Masa Depan

Meskipun pada mulanya berangkat dari keterbatasan kami akan sumber daya manusia yang dapat mengelola aktivitas TBM, namun selama proses pembelajaran dengan penerapan SOLE Based Project di TBM Hestimora, penulis sadar bahwa hal yang malah membuat anak-anak memiliki progress adalah karena beberapa hal berikut.
Pembelajaran yang menuntut anak-anak untuk lebih aktif justru memberikan mereka sebuah mindset baru akan peran mereka sebagai seorang pembelajar. Mereka pada mulanya dibuat “berpura-pura” sedang menjadi seorang aktris, penulis, penata gambar, fotografer, ilmuwan, penari dan pedagang. Lalu tanpil

Mereka sadari yang awalnya “berpura-pura” malah membuat mereka dikenal sebagai peran yang mereka pilih tersebut. Ini membuat penulis makin menyadari bahwa yang anak-anak butuhkan sesungguhnya adalah memberikan kepercayaan dan keyakinan agar tumbuh rasa percaya diri dalam anak-anak tersebut akan suatu peran yang akan dipilih dalam hidupnya. Ketika rasa percaya diri itu tumbuh, mereka dapat menggunakan pengalamannya berseluncur di dunia maya mencari referensi dalam penerapan SOLE Based Project untuk terus mengupgrade kekayaan ilmu dan keterampilan untuk dirinya sendiri.
Penerapan SOLE Based Project kadang tidak selalu dalam forum yang “serius”. Kadang hanya terlihat sebagai sesuatu yang random dan lebih tampak sebagai sebuah diskusi santai dan terkesan “main” namun ini justru membuat anak-anak bisa jauh lebih terbuka dan ikatan pembimbing dan anak-anak didik menjadi lebih terjalin dengan baik dan karenanya komunikasi yang dibangun di antara keduanya menjadi lebih efektif.

Di samping kelebihannya, SOLE Based Project juga memiliki kekurangan yaitu, ia sangat membutuhkan dukungan teknologi. Oleh karena itu perangkat minimal yang dibutuhkan setidaknya sebuah laptop atau komputer yang bisa mengakses internet atau bila tidak bisa, pembimbing menyediakan video-video pembelajaran offline dan peran pembimbing sangatlah penting sebagai mercusuar agar anak-anak dalam proses pembelajarannya dapat tetap terarah. Namun mengingat pada tahun 2023 ini anak-anak telah dituntut untuk belajar online melalui perangkat pintar maka SOLE Based Project adalah pilihan yang tepat bagi siswa untuk dapat menambah ilmu dan keterampilan tanpa batas.
Dan untuk itu penulis merasa bahwa selain guru, peran orang tua sangatlah penting untuk juga menjadi mercusuar bagi anak-anak. Kebebasan menggunakan teknologi seperti memegang pisau bermata dua. Di satu sisi ia membantu anak-anak berprogres, di sisi lain, jika tanpa pengawasan dan bimbingan orang dewasa, terlebih jika orang dewasa lebih gagap teknologi daripada anak, maka anak-anak dapat lebih mudah terpapar hal-hal buruk dari dunia maya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Dangwal, R., Sharma, K., & Hazarika, S. (2014). Hole-in-the-wall learning stations and academic performance among rural children in India. Journal for Multicultural Education, 8(1), 31–53.
Dangwal, R., & Thounaojam, M. (2011). Self regulatory behaviour and minimally invasive (MIE) education: A case study in the Indian context. International Journal of Education and Development using Information and Communication Technology, 7(1), 120–140.
Dangwal, R., & Kapur, P. (2008). Children’s learning processes using unsupervised ‘‘hole in the wall’’ computers in shared public spaces. Australasian Journal of Educational Technology, 24(3), 339–354.
Dangwal, R., & Kapur, P. (2009a). Learning through teaching: Peer-mediated instruction in minimally invasive education. British Journal of Educational Technology, 40(1), 5–22.
Dangwal, R., & Kapur, P. (2009b). Social networking effect at ‘‘HiWEL’’ kiosks amongst children. Multicultural Education & Technology Journal, 3(4), 290–305.
DeBoer, J. (2009). The relationship between environmental factors and usage behaviors at ‘Hole-in-thewall’ computers. International Journal of Educational Development, 29(1), 91–98.
Edukasi101. (2023). Project Based Learning VS Problem Based Learning. Diakses pada 13 Oktober 2023, dari https://edukasi101.com/project-based-learning-vs-problem-based-learning/
Gurudikdas. (2020). Literasi Adalah Kompetensi Abad XXI. Diakses pada 13 Oktober 2023, dari https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/Literasi-Adalah-Kompetensi-Abad-XXI
Inamdar, P., & Kulkarni, A. (2007). ‘Hole-In-The-Wall’ computer kiosks foster mathematics achievement: A comparative study. Educational Technology & Society, 10(2), 170–179
Inamdar, P. (2004). Computer skills development by children using ‘Hole in the Wall’ facilities in rural India. Australasian Journal of Educational Technology, 20(3), 337–350.Mardhiyah dkk. (2021). Pentingnya Keterampilan Belajar di Abad 21 sebagai Tuntutan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Lectura: Jurnal Pendidikan. 12(1), 29-40.
Kemendikbud. (2017). Panduan Gerakan Literasi Nasional. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Made, Abdul Malik dkk. (2022). Implementasi Model Project Based Learning (PjBL) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Teknik Mesin. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(4), 5162-5169.
Mardhiyah dkk (2021). Pentingnya Keterampilan Belajar di Abad 21 sebagai Tuntutan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Lectura: Jurnal Pendidikan, 12(1), 29-40.
Mitra, S., Dangwal, R. Evolution of the “hole-in-the-wall”: A status review. Prospects 52, 209–222 (2022). https://doi.org/10.1007/s11125-021-09552-y
Mitra, S. (2012). Beyond the hole in the wall: Discover the power of self-organized learning. New York: TED Books
Mitra, S., Dangwal, R., Chatterjee, S., Jha, S., Bisht, R. S., & Kapur, P. (2005). Acquisition of computing literacy on shared public computers: Children and the “hole in the wall”. Australasian Journal of Educational Technology, 21(3). https://doi.org/10.14742/ajet.1328
Mitra, S., Tooley, J., Inamdar, P., & Dixon, P. (2003). Improving English pronunciation: An automated instructional approach. Information Technology and International Development, 1(1), 741–783.
Mitra, S. (2005), “Self organising systems for mass computer literacy: Findings from the ‘hole in the wall’ experiments”, International Journal of Development Issues, Vol. 4 No. 1, pp. 71-81. https://doi.org/10.1108/eb045849
Musa, Faridah dkk. (2012). Project-based learning (PjBL): inculcating soft skills in 21st century workplace. Procedia-Social and Behavioral Sciences, (59), 565-573

 

RIWAYAT HIDUP

 

Yuhesti, anak tunggal dari pasangan M. Yusup Nasri dan H. Ety Istiana yang lahir di Lubuklinggau pada tanggal 06 September 1990. Penulis telah menempuh jenjang pendidikan sebagai berikut, yaitu pendidikan formal dimulai dari tingkat SD di SDN 56 Lubuklinggau pada tahun 1995 hingga tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Lubuklinggau pada tahun yang sama yaitu 2001 hingga tahun 2004 dan SMAN 5 Lubuklinggau pada tahun 2004 hingga tahun 2007. Selanjutnya pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis memulai pendidikan di jenjang perguruan tinggi S1 di STKIP PGRI Lubuklinggau pada tahun 2007 hingga tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikannya di sekolah pasca sarjana Universitas Pendidikan Indonesia hingga 2015. Pada tahun 2015-2016 menjadi Guru Fisika, Pembina Science Club dan Tim Kurikulum SMA Seribu Salam Lembang, Jabar dan pada tahun 2016 Menjadi pembimbing Lomba Tournament Fisika (Semifinalis) dan Karya Tulis Ilmiah Gagasan Tertulis (Juara ke-3) dalam rangkaian kegiatan Physics Festival 2016 Universitas Pendidikan Indonesia, 29-31 Januari 2016. Sejak tahun 2016 hingga Sekarang menjadi Ketua yayasan Hesti Mora dan Pengelola Taman Baca Hesti Mora (TBM Hesti Mora). Pada tahun 2017 menjadi narasumber Pelatihan Karya Tulis Ilmiah SMAN Muara Kelingi. Di tahun yang sama Film Pendeknya di nominasikan sebagai Film Pendek Terbaik pada 1st LSMF 2017 dan juga sedang menjabat sebagai pengurus dan kontributor lokerkita.co. Pada tahun 2018 Mendapatkan Anugerah Film terbaik dan dinominasikan sebagai Penyunting GambarTerbaik pada 2nd LSMF 2018. Dan pada tahun yang sama juga mengikuti LSSMF 2018, film yang disertakan dinominasikan sebagai film terbaik 2018 Filmnya mengikuti parade Film Pendek dan menjadi pembicara pada salah satu ajang Silampari Arts Fair 2018. Pada tahun 2018 hingga 2019 menjadi Fasilitator di Sekolah Alam Insan Mulia Lubuklinggau.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here